Beberapa waktu lalu saya mengadakan sesi interview dengan Muhammad Ilman Akbar, founder DailySEO ID, SEO consultant dan trainer.
Ilman memiliki background di SEO dan digital marketing. Beberapa tahun terakhir beliau fokus membantu berbagai perusahaan mengembangkan bisnis melalui SEO, serta membuka pelatihan untuk membantu praktisi SEO di Indonesia mengembangkan karirnya.
Di episode ini, kami membahas
- Bagaimana Google dan SEO berubah dari waktu ke waktu
- Tantangan yang dihadapi praktisi SEO
- Apa yang harus dilakukan untuk menghadapi tantangan tersebut
Terima kasih Ilman, untuk kedatangannya! Cerita sedikit tentang karir Ilman dong.
Dulu sempat bekerja di Traveloka 5.5 tahun. 4 tahun di tim SEO, 1.5 tahun di tim Product. Lumayan lah, kita sempat beririsan ya (waktu kerjanya).
Di satu titik waktu di Traveloka, gue ngerasa stuck. Di titik itu gue bosan sama SEO. Maka nyari-nyari apa yang bukan SEO, dan pindahlah ke Product. Lagi senang-senang di Product, Covid menyerang, dan gue termasuk yang kena downsizing Traveloka.
Nah, setelah itu gue gak pengen punya SEO doang. Gue pengen belajar hal baru, makanya kemudian meganglah digital marketing yang lebih luas, termasuk paid.
Habis di Traveloka gue pindah ke Glints, megang digital marketing yang lebih luas. SEO plus yang paid; Google, Meta ads gitu. Dari Glints pindah ke satu company lain yang lebih kecil. Habis itu terakhir ke Pashouses, yaitu startup property. Baru tahun 2023 gue jalan bisnis sendiri. Sampai sekarang di DailySEO ID ini.
Kenapa kok akhirnya balik ke SEO dan memilih buka usaha sendiri?
Karena gue menyadari bahwa value gue di bidang SEO lebih besar.
Singkat cerita, gue merasa kerjaan gue yang non-SEO (paid) ini gak pernah memuaskan baik buat gue sendiri dan buat employer gue. Dan selama 3 tahun sejak pandemi itu kan gue punya side hustle, ngajar SEO, jadi freelance SEO. Kok di SEO doang yang gue merasa bisa bikin orang senang. Jadi akhirnya ya memutuskan untuk balik ke SEO.
Bukan menyerah sama yang lain, tapi I can create my dent in the world lewat SEO.
Search engine kan sekarang tidak cuma ada di Google, di YouTube dan social media juga ada. SEO sebenarnya masih fokus ke Google atau mulai geser ke platform lain? Misalkan di kantor ada tim mau post video di YouTube dan TikTok. Kalau tanya ke tim SEO apa bisa bantu research keyword? Sejauh mana SEO itu?
Unless ada authoritative organization yang ketok palu, definisinya bakal jadi pro kontra. Ada yang menganggap search engine lain, misalnya yang di TikTok itu sebagai SEO juga. Cuma buat aku, SEO adalah yang di website dan Google. Kayak rumah, website kan udah ada dari berpuluh tahun lalu, sedangkan sosmed masih baru. Jadi aku menganggap SEO itu yang website.
Kalau tim SEO diminta bantu research search engine yang lain, ya bisa dicoba. Sekarang juga ada namanya SEO marketplace kan ya, SEO biar naik Tokopedia, di Shopee. Tapi aku nggak tahu apa yang bisa jadi rujukan. Kalau di website kan ada fundamental understanding-nya, bukan cuma taktikal. Sementara kalau di platform lain itu taktikal banget.
SEO kan selalu bahas tentang membangun authority. Apa yang harus dilihat untuk mengukur authority dengan benar?
Aku mau meluruskan dulu bahwa authority yang baik dalam SEO itu bukan domain authority ya. Domain authority yang orang sering lihat itu tidak ngaruh ke performa SEO. Karena domain authority itu bukan bikinan Google, itu bikinan third party namanya Moz. Beda platform, beda juga cara ngukur authority-nya. Ada domain authority, ada domain rating, ada authority score. Sehingga tidak serta merta kalau DA gue tinggi, pasti performa SEO gue bagus.
Ada orang-orang yang bisa memanipulasi angka DA dengan cara-cara tertentu. Bahkan ada yang jual jasa menaikkan DA dengan cara-cara spammy dan ajaib. Padahal itu cuma bagus di mata third party tool nya, tapi orang tetap gak kenal brand kita. SEO itu bukan tentang naikin domain authority.
Authority dalam SEO seharusnya adalah authority brand kita di mata user, di mata target audience.
Jadi, metricsnya apa?
Pertama, dari traffic kita. Apakah traffic kita secara konsisten naik.
Kedua, dilihat dari jumlah engagement yang terjadi di web, komentar misalnya. Kadang-kadang website brand itu fitur komentarnya gak dibuka, padahal itu indikator kita bisa lihat apakah sebuah website itu engaging, selain dari ngeklik halaman-halaman lain.
Ketiga, dilihat dari konten apa aja yang performing di mata search engine user. Kita bisa lihat top pages di analytics, misalkan difilter dari source SEO (organik). Konten-konten yang dapat traffic banyak itu yang diapresiasi di mata user, di mata Google bahwa kita punya authority di topik-topik tersebut.
Jadi authority itu relate banget dengan sudut pandang user, bukan sudut pandang sebuah tool.
Banyak yang bilang, bikinlah artikel yang menargetkan keyword-keyword yang relevan. Kalau harus nyambung sama bisnis, bakal terbatas banget dong keyword yang bisa ditarget?
Nah, makanya sebenarnya kita bukan target keywords, tapi target topik / problem. Audiencemu punya problem apa, yang relate sama product atau service business-mu, ya bikin konten seputar itu aja. Nanti di kontennya bisa dikasih call to action, kita punya produknya loh. Jadi kontennya relevan sama business dan audience. Saat audience masuk ke web dia punya chance lebih tinggi buat mengeksplor produknya.
Kalau kita memang fokus di bisnis kita, harusnya nggak ada limit menulis apa ya. Problem user kan banyak banget. Selama kita tidak berpatokan pada cuma keywords dan search volume. Kalau cuma nyari dari keywords yang volume nya tinggi, ya itu kesannya terbatas.
Misalnya tim sales pernah bilang, di lapangan ada pertanyaan tentang sesuatu, pas kita cek, search volumenya kok 0? Harus dibikin kontennya apa enggak nih? Jawabannya harus, walaupun kata tools search volumenya 0, ini real problem yang relate sama audience.
Misalnya bisnis kos-kosan itu mengangkat topik artikel “Tempat makan di sekitar Depok”, itu terlalu luas. Tapi kalau “Tempat makan di sekitar Universitas Indonesia yang cocok buat mahasiswa”, nah itu relate sama kos-kosan. Jadi seberapa spesifik pembahasan kita itu yang menentukan relevansi dengan bisnis kita. Bukan sekedar keywords, tapi topik.
Apa tantangan bagi praktisi SEO sekarang?
SEO kan berkembang terus ya. Tantangannya ya tentang pemahaman SEO yang masih ketinggalan.
Pertama, SEO yang masih pakai cara lama, seperti domain authority. Itu sangat urgent buat dipahami bahwa SEO gak kayak gitu lagi sekarang.
Kedua, memahami business context. Banyak praktisi SEO itu ngerti cara bikin konten, ngerti cara desain topik, ngerti cara ngebangun authority, ngerti cara teknis, optimisasi, audit, dan sebagainya. Cuma mereka tidak tahu gimana caranya dia berkontribusi ke bisnis, ke perusahaan tempat mereka bekerja.
Jadi kadang mereka kan dikasih target dari atas, fokusnya dapetin ranking untuk keywords ini, atau bikin artikel setiap hari dua. Tapi atasannya ini belum tentu juga understand gimana menghubungkan strategi SEO ke bisnis goal mereka. Makanya orang SEO, bahasnya tuh ya taunya masalah ranking, clicks, domain authority, metric-metric yang tidak langsung connect dengan bahasa yang dipake oleh orang lain. Bahasa duit, bahasa cuan, bahasa bisnis.
Ketiga, masalah cara berkomunikasi / soft skill. Gimana caranya kerja sama dengan tim yang lain. SEO kan tidak bisa dikerjakan sendiri. Misalnya untuk website, dia harus kerja sama dengan web developer-nya. Itu sering clash. Kadang gue juga mengalami dan harus menjelaskan: gue mau begini, butuh support tambahan, budget atau yang lainnya.
Ada tips untuk menjembatani gap di atas, terutama masalah business context dan soft skill?
Tim di DailySEO berusaha mengedukasi melalui online course yang kita bikin khusus untuk SEO spesialis yang mau naik level, terutama dari sisi soft skill. Kita kasih wawasan bahwa knowledge bisnis dan softskill penting buat bisa bekerja dengan optimal, buat berkontribusi ke bisnis. Gak cuma technical SEO dan operasional SEO doang.
Kemarin Ilman sempet ada survey tentang pemilik usaha yang mencari provider SEO. Itu boleh dishare tentang apa?
Itu aku lagi validasi, lagi testing the water. Aku pengen tahu purchasing power / skala budget usaha kecil ke atas untuk SEO itu seberapa.
Ini berangkat dari aku ngobrol sama salah satu pengurusnya komunitas pengusaha TDA (Tangan Di Atas). Dia bilang, perusahaan yang levelnya mikro sama kecil itu gak butuh SEO. Yang butuh itu yang level kecil ke atas. Kalau yang di bawah itu gak cocok ngomongin SEO. Gak butuh SEO karena mereka butuhnya survival.
Hasilnya, dari 12 perusahaan yang isi data, itu budgetnya di bawah 5 juta sebulan semua, bahkan setengah itu di bawah 3 juta sebulan. Aku lumayan kaget karena agensi-agensi pada umumnya yang aku kenal itu nggak masuk di angka segitu.
Tapi kalau ini gak ada yang serve kan potensinya terbuang. Mereka tetap butuh dan orang-orang SEO bisa kasih value. Makanya yang cocok nih mungkin perorangan / freelance. Di hari berikutnya aku bikin form yang berbeda untuk menyasar ke temen-temen praktisi SEO yang nyari side hustle, mereka open dari budget minimal berapa. Ternyata sebagian besar sejutaan, cocok deh. Perorangan nih cocok buat ngebantuin company yang punya budget di bawah 2-3 juta tadi.
Makasih banyak ya Ilman, ilmunya sudah banyak membuka wawasan.
Post ini adalah bagian dari video ini.