merajut sukses sebagai digital marketing

Merajut Sukses Sebagai Digital Marketing

Halo! Di sini saya melanjutkan podcast bersama Ananditha Mayasari (Ditha), AVP Marketing Kopi Kenangan, yang sempat dibahas sebelumnya di sini.

Tulisan ini adalah wrap up bagian ketiga dari podcast Inovasi dan Strategi: Menang dengan Digital Marketing dan Community.

Ditha punya lebih dari 10 tahun pengalaman di berbagai industri untuk marketing dan digital. Sekarang Ditha bertanggung jawab untuk marketing awareness dan revenue Kopi Kenangan di bagian fresh brew. Sebelumnya beliau menjabat sebagai Group Head Digital Marketing untuk semua brand Kenangan.

Di episode ini kita akan membahas tentang:

  • Tren media digital yang terus berubah
  • Short form content di mana-mana. Apa benar attention masyarakat menurun?
  • Menjadi marketer yang tetap relevan di tengah perubahan
  • Tips karir dari spesialis jadi generalis

Terima kasih Ditha udah datang di podcast ini. Ditha udah bekerja malang melintang di marketing dan digital, juga di berbagai industri. Pasti banyak insight yang bisa dipelajari.

Sekarang kita masuk ke topik digital. Industri digital itu udah banyak berubah. Apakah tren penggunaan media digital mempengaruhi bagaimana kita sebagai marketing melakukan digital marketing?

Berubah udah pasti, karena platform-nya juga setiap saat berubah. Ada enablement baru, ada fitur baru, media format baru. Mungkin sekarang yang masih here to stay adalah trennya short video, itu tetap akan ada. Long from video udah tidak valid unless you want do tutorial.

Karena videonya short, trennya juga lumayan short, jadi ada trend jacking. If your brand is into trend jacking, you have to ensure your team is agile enough. Kalau di FMCG itu susah banget trend jacking, karena pakai agency production dan approvalnya lama. Tapi kalau di early industry, FnB, atau retail, masih bisa ngikutin.

Currently Kopi Kenangan banyak banget targeting Gen Z, we speak their language, we create content that can be consume by Gen Z, yang mau nggak mau kita harus bisa trend jacking. Whenever they speak new language, we speak that language.

Kayak misalnya Gen Z kan mungkin suka issue yang beda sama kita milenials ya. Gen Z lebih aware sama environmental issue. Whenever we create content yang berhubungan sama CSR, atau giving back ke our coffee farmer, kita punya tempat daur ulang spunbond, itu bakal dapat impression dan engagement yang jauh lebih tinggi ketimbang konten-konten biasa.

Yang terakhir, the use of first party data. It’s gonna be powerful for hyper relevant marketing. So collect as much as possible first party data dari any touch point that you have and build it. Karena kadang data structure yang jadi issue, dari macam-macam data point ga bisa langsung masuk satu database. Itu perlu dipikirin juga.

Sekarang we’re not only getting first party data dari platform media spend, tapi juga dari offline store data.

Insight-insight yang disebutkan sama media besar adalah attention orang itu udah berkurang, sudah tidak lama lagi. Tapi ada argumen yang bilang bahwa sebenarnya bukan attention yang berkurang, tapi lebih orang udah lebih pintar membedakan suatu konten itu mau ditonton atau tidak. Apakah konten itu adsy atau nggak. Karena buktinya orang bisa-bisa aja nonton konten 5 menit sampai setengah jam kalau memang menarik buat dia. Menurut Ditha bagaimana?

Kan sebenarnya balik ke relevansi sama audience-nya ya. Kalau ads, pasti akan ada jualan. Tapi Thailand masih masih bisa bikin ads 3 menit dan kita nonton. Ada storyline dan plot twistnya.

Tapi nggak semua orang dan industri bisa bikin ads yang sepanjang dan seenjoyable itu. Sometimes secara messaging kita hanya perlu sekian menit atau sekian detik. Dengan budget yang ada juga cuma segitu dan we have to pack everything di situ.

Itu benar orang juga bisa memilih mana konten yang dia mau lihat karena konten itu kan as quick as you scroll with your thumb. Terus gimana biar eyeball-nya stay? Kalau Aku masih menganut mobile first creative karena sebenarnya itu sangat relevan. Kita harus punya stopping factor.

Millennial sama gen Z akan punya stopping factor beda, misalnya mereka akan stop kalau ngelihat image yang striking. Kalau misalnya memang branded konten, make sure brand-nya udah ada duluan di depan. Dan itu didesain untuk mobile, seperti sound off dan lain-lain. Jadi when they see the first 3 seconds of your content, they already get the message. Kalau akhirnya mereka stay ya good, berarti konten kita engaging. Makanya kita selalu ukur viewthrough rate kita berapa persen.

But we need to be realistic juga. However good you create content, as a brand you try to sell people something. Makanya gimana caranya supaya messaging itu masuk di depan. Karena in the end, kita harus tetap lihat upliftnya, ke brand equity atau ke sales dan revenue. Harus ada salah satu yang naik.

Kalau tim aku mau bikin short video series buat Ramadan misalnya, I have to see the script and I ask the team, “When you see the script, lihat dari penuturannya, kamu tertarik nonton sampai habis gak?” Kalau nggak berarti itu incorrect. Storytelling and crafting untuk konten itu penting banget.

Ada tips supaya marketer bisa tetap relevan di tengah perubahan yang cepat terjadi?

Marketing and marketers should grow the way market grow. When you market something, you have to adapt with the market growth. User behaviour mungkin berubah, consumption pattern berubah, the way market thinks juga berubah. Kita nggak ada yang pernah tahu kalau TikTok akan sebesar itu. Every year it changes dan we have to adapt.

Sebagai marketing kita juga harus eager untuk nyobain hal-hal baru, misalnya OTT, siapa yang tahu kalau OTT bakal sebesar itu. Orang banyak nonton streaming, dan streaming ada banyak slot iklan. Kita lihat itu works ga sih untuk dicoba.

Dan yang pasti kita harus manage expectation-nya higher stakeholders. Karena when proposing something new, stakeholder yang memegang decision lebih tinggi akan question justificationnya apa dan lain-lain.

Banyak ngobrol sama industri leaders, banyak ikut event. Mungkin dulu mikir ikut event kaya hura-hura seru ketemu temen, tapi sometimes ada insight yang bisa didapetin. Oh ada enablement baru di WhatsApp dan lain-lain.

Sekarang dari sisi karir. Ditha dulu di digital marketing as specialist, sekarang di posisi yang lebih strategic dan generalis. Harus tahu semua channel tidak cuma digital tapi juga offline. Jika spesialis mau transisi ke sana, apa yang harus dilakukan?

Jadi sebenarnya ini sering banget aku kasih sebagai tips and trik buat tim aku sendiri. Penting banget didesain di awal kamu mau jadi spesialis atau generalis. Walaupun nanti mau berubah, nggak papa, tapi harus tahu dulu mau jadi apa.

Kalau memang masih mau spesialis di digital, ya udah you have to build your expertise di digital. Take courses yang berhubungan dengan digital, update tentang trend dan perkembangan teknologi baru di digital. Propose something yang relate ke new development. Fokus ke digital aja.

Tapi kalau pengen jadi generalis, just be ready for new challenges. Kalau company-nya belum punya challenges baru, you can ask your team lead, saya mau coba dong kerjain ini atau yang itu. Saya mau coba kerjain marcom, saya mau coba kerjain PR, atau lainnya. Harus open to any challenges, because that’s what I had as well.

Being a generalist itu yang pasti, ”Jack of all trade, master of none”. Nggak harus pinter banget di satu sisi
tapi yang diperlukan adalah critical thinking, troubleshooting, dan point out new opportunities. Itu yang paling penting. Bisa lihat dari satu sistem issuenya apa, way of working untuk better sistemnya seperti apa.
Saat nge-build karir jadi generalis itu harus pindah pindah role dan belajar dari 0 lagi. Dari sisi KPI akan berubah lagi, OKR berubah. Jangan malu bertanya, jangan malu belajar, jangan malu bilang nggak tahu. You will spend extra hours untuk belajar dari 0.

Even in my position waktu baru megang marketing di Kopi Kenangan ada new things, misalnya local store marekting. Itu kan hubungannya sama visual merchandising, bikin collateral, banyak metrics baru yang dilihatin. Apakah aku ada background itu? Tidak ada, tapi harus bisa. Banyak belajar dari tim ngerjainnya gimana. We have to know the process dan ngerjainnya gimana untuk pinpoint improve yang bisa di-improve lebih bagus.

Mantab, terima kasih banyak Ditha untuk tips dan sarannya.

Punya masukan untuk interview dan konten Nilai Tambah? Kirimkan idemu ke grow@nilaitambah.com
Share artikel ini:

Update Terkait